Rabu, 11 Januari 2012

penggambaran diri (tresna sudra)

abote wong tandang tresna
tak belani nganti tekan pati
tresnaku mung kanggo sira
kusuma sing ayu merah ati
awan nengi ora bisa lali tansah eling
ngati kapan aku ora ngerti
iso nyanding sliramu

*
abote dadi wong sudra
tresna tulus ora dipercaya
wong tuwa ngumbar sujono
tansah ngira aku wong durjono
pancen dalan sing tak liwati
ngalor ngidul mung bentul
paribasan turu klesetan
uripku tansah cedak pacoban

cah ayu..2x
tak enteni lilane wong tuwamu maringke kowe
sing sabar2x
yo tresnaku ing tembe mburi bakal dadi dukwekku
duh gusti sing tak puji paringana dalan kanggo tresnaku

back to *

Selasa, 10 Januari 2012

Novel (Part 5)


Ramai
( satu minggu kemudian )
            Kita berjalan di sini, tamapak ramai ada yang berlalu-lalang. Pasar malam, iya pasar malam. Kencan pertamaku denganmu, seminggu setelah kita jadian. Hanya sekedar jalan-jalan. Nongkrong berdua, berbagi mimpi dan harapan.
            “ Peluk aku.!” Lembut, tapi geleng kepalamu menandakan tidak setuju. Ya sudahlah, mungkin belum waktunya.
            Dan tanpa aku sadari kepalamu bersandar di punggungku, sedikit hangat. Mampu mengobati dingin yang menerpa dengan kecepatan 40 km/jam. Jauh sebelum malam, kita berpisah. Meninggalkan rindu yang saat itu masih sedikit. Meninggalkan hati yang belum sempurna utuhnya.
            Dan waktumu berlalu…

Rabu, 04 Januari 2012

Novel (Part 4)


Selanjutnya dan Lain Kali
( sore di rumahmu )
            Kita disini lagi, sudah berjam-jam yang lalu. Diantara kursi yang berjajar berhadapan, tapi tak seperti dulu lagi, kini kita duduk bersebelahan. Terasa lebih dekat, lebih hangat. Mungkin karena sesekali tubuh kita saling merapat.Canda tawa senyum dan kadang sedih, menjadi cerita kita. Tak bosan kita bercerita.
            Lalu kita diam lagi,dan angin terasa kencang masuk ke dalam rumah. Membela gordin lusuh yang entah sejak berapa tahun lalu berada di situ. Setia menemani jendela tua. Mentari yang mulai tenggelam makin membuat dingin.
            “ Ning.!” Mulai lagi dengan memanggil namamu. Memecah kebekuan
            “ Ya.” Jawabmu seolah mengerti makna di balik panggilan itu.
            “ Ehmm…….” Sekali lagi hilang kata-kataku. Tuhan, bantu aku.
            “ Kenapa?” jawabmu menggodaku, dan itu makin membuat perasaanku kalang kabut. Kenapa dengan wanita, selalu saja seperti itu.
            “ Kamu cantik” Cuma itu yang bisa aku katakan. Dan itu juga yang membuat mukamu sedikit memerah. Malu mungkin, atau bingung bagaimana harus menerima pujian.
            Ku raih tenganmu mencoba berbicara lewat bahasa tubuh, mencoba mengungkapkan semua lewat sentuhan. Kucoba meraih tanganmu. Dingin, tangan kita sama-sama dingin.
            Ku coba memberanikan diri.
            “ Ning, aku sayang kamu. Mau jadi kekasihku?” seolah semuanya benar-benar membeku ketika aku berani mengucapkan itu. Jam terhenti pada pukul 17.10. berhenti seolah menanti jawabmu. Berhenti menanti apa yang terjadi nanti. Tuhan berikan yang terbaik buatku.
            “ ehhmm…..” dirimu terhenti lagi. Seolah ada yang mencekik lehermu. Tuhan bantu aku. Suasana makin dingin karena tingkahmu, seolah rumah ini pindah ke kutub utara.
            Ingin segera kulepas genggaman tanganku, aku tak bisa menahannya lagi. Terlampau dingin.
            “ Iya…”
            “ Iya apa?” aku mencoba bertanya, menginkan sesuatu yang lebih jelas. Lebih dari sekedar kata “Iya”
            “ Iya, aku mau jadi kekasihmu.” Suasana berubah seketika. Lebih hangat, lebih nyaman
            Bunga-bunga seolah bermekaran di antara kita, menimbulkan aroma semerbak yang tak tertandingi. Rumah ini terasa seperti istana, istana yang megah dengan kita sebagai raja dan ratunya. Keluargamu nyewa semua.
            Aku menjadi makhluk paling berbahagia. Mungkin.
            Aku tersenyum sepanjang perjalananku menuju rumah. Jalanan menjadi indah dengan ribuan bunga yang mengelilinginya. Indah, indah banget.