abote wong tandang tresna
tak belani nganti tekan pati
tresnaku mung kanggo sira
kusuma sing ayu merah ati
awan nengi ora bisa lali tansah eling
ngati kapan aku ora ngerti
iso nyanding sliramu
*
abote dadi wong sudra
tresna tulus ora dipercaya
wong tuwa ngumbar sujono
tansah ngira aku wong durjono
pancen dalan sing tak liwati
ngalor ngidul mung bentul
paribasan turu klesetan
uripku tansah cedak pacoban
cah ayu..2x
tak enteni lilane wong tuwamu maringke kowe
sing sabar2x
yo tresnaku ing tembe mburi bakal dadi dukwekku
duh gusti sing tak puji paringana dalan kanggo tresnaku
back to *
Rabu, 11 Januari 2012
Selasa, 10 Januari 2012
Novel (Part 5)
Ramai
(
satu minggu kemudian )
Kita
berjalan di sini, tamapak ramai ada yang berlalu-lalang. Pasar malam, iya pasar
malam. Kencan pertamaku denganmu, seminggu setelah kita jadian. Hanya sekedar
jalan-jalan. Nongkrong berdua, berbagi mimpi dan harapan.
“
Peluk aku.!” Lembut, tapi geleng kepalamu menandakan tidak setuju. Ya sudahlah,
mungkin belum waktunya.
Dan
tanpa aku sadari kepalamu bersandar di punggungku, sedikit hangat. Mampu
mengobati dingin yang menerpa dengan kecepatan 40 km/jam. Jauh sebelum malam,
kita berpisah. Meninggalkan rindu yang saat itu masih sedikit. Meninggalkan
hati yang belum sempurna utuhnya.
Dan
waktumu berlalu…
Rabu, 04 Januari 2012
Novel (Part 4)
Selanjutnya
dan Lain Kali
(
sore di rumahmu )
Kita
disini lagi, sudah berjam-jam yang lalu. Diantara kursi yang berjajar
berhadapan, tapi tak seperti dulu lagi, kini kita duduk bersebelahan. Terasa
lebih dekat, lebih hangat. Mungkin karena sesekali tubuh kita saling merapat.Canda
tawa senyum dan kadang sedih, menjadi cerita kita. Tak bosan kita bercerita.
Lalu
kita diam lagi,dan angin terasa kencang masuk ke dalam rumah. Membela gordin
lusuh yang entah sejak berapa tahun lalu berada di situ. Setia menemani jendela
tua. Mentari yang mulai tenggelam makin membuat dingin.
“
Ning.!” Mulai lagi dengan memanggil namamu. Memecah kebekuan
“
Ya.” Jawabmu seolah mengerti makna di balik panggilan itu.
“ Ehmm…….”
Sekali lagi hilang kata-kataku. Tuhan, bantu aku.
“
Kenapa?” jawabmu menggodaku, dan itu makin membuat perasaanku kalang kabut.
Kenapa dengan wanita, selalu saja seperti itu.
“
Kamu cantik” Cuma itu yang bisa aku katakan. Dan itu juga yang membuat mukamu
sedikit memerah. Malu mungkin, atau bingung bagaimana harus menerima pujian.
Ku
raih tenganmu mencoba berbicara lewat bahasa tubuh, mencoba mengungkapkan semua
lewat sentuhan. Kucoba meraih tanganmu. Dingin, tangan kita sama-sama dingin.
Ku
coba memberanikan diri.
“
Ning, aku sayang kamu. Mau jadi kekasihku?” seolah semuanya benar-benar membeku
ketika aku berani mengucapkan itu. Jam terhenti pada pukul 17.10. berhenti
seolah menanti jawabmu. Berhenti menanti apa yang terjadi nanti. Tuhan berikan
yang terbaik buatku.
“
ehhmm…..” dirimu terhenti lagi. Seolah ada yang mencekik lehermu. Tuhan bantu
aku. Suasana makin dingin karena tingkahmu, seolah rumah ini pindah ke kutub
utara.
Ingin
segera kulepas genggaman tanganku, aku tak bisa menahannya lagi. Terlampau
dingin.
“
Iya…”
“
Iya apa?” aku mencoba bertanya, menginkan sesuatu yang lebih jelas. Lebih dari
sekedar kata “Iya”
“
Iya, aku mau jadi kekasihmu.” Suasana berubah seketika. Lebih hangat, lebih
nyaman
Bunga-bunga
seolah bermekaran di antara kita, menimbulkan aroma semerbak yang tak
tertandingi. Rumah ini terasa seperti istana, istana yang megah dengan kita
sebagai raja dan ratunya. Keluargamu nyewa semua.
Aku
menjadi makhluk paling berbahagia. Mungkin.
Aku
tersenyum sepanjang perjalananku menuju rumah. Jalanan menjadi indah dengan
ribuan bunga yang mengelilinginya. Indah, indah banget.
Langganan:
Postingan (Atom)